Ilustrasi/GPT |
Cahaya mentari telah menyapaku dari celah jendela kamar yang terbuka separuh. Sholat duha kutegakkan dengan tubuh yang masih bisa bergerak sempurna. Setelah dua kali salam, aku mengemis kepada yang Maha Kaya. Kali ini bukan tentang uang yang banyak akan tetapi tentang keluargaku yang berada ditepi jurang kehancuran.
"Ya Allah ... bahagiakanlah Ibu dengan kembalinya kasih sayang
Ayah kepadanya ... Kembalikanlah Ayah kepada Ibu jika itu memang baik untuk
agama, dunia dan akhirat kami, Aamiin Ya Rabbal 'Alamiin".
Hiks ... hiks ..hiks ... tak terasa air mataku terus mengalir
didalam sujud. Aku sudah tak perduli lagi dengan suara samar-samar dari
teman-teman kamar yang keheranan dengan tangis dan segugukanku di pagi yang
cerah ini. Sesaat aku merasa kepalaku sakit, jantungku berdetak cepat dan
diliputi sesak di dada. Tubuhku melemah dan semua menjadi gelap. Brukkh!
"Haura!" itulah jeritan terakhir yang kudengar dari
teman-teman sebelum kesadaranku hilang.
Aku mendengar suara isakan didekatku, perlahan mataku terbuka
melihat kamar rumah sakit yang hangat tapi tidak panas.
"Kamu sudah sadar Haura?" tanya Yana sahabat karibku di
pesantren. Matanya terlihat sembab dan wajahnya masih dalam keadaan mendung.
"Kamu kenapa?" tanyaku sambil menatap Yana dengan Iba.
"Dan kenapa aku sampai dibawa ke rumah sakit?" tanyaku lagi.
"Hu ... huuu ... huuu ... hiks ... hiks." tangis Yana
terlepas begitu saja sembari kedua tangannya menutup wajah lugunya.
Aku terus bertanya dan mendesaknya untuk menjawab. Apa yang salah?
tanyaku membatin.
"Ka-kamu hiks hiks sa-sakit huaaa ..." tangis Yana
semakin pecah.
"Sakit apa!?" aku semakin penasaran.
Yana mengulurkan kertas yang berisi laporan pemeriksaan itu. Aku
membacanya dengan seksama bersamaan beningan juga mengalir di kedua pipiku
setelah memahami isi surat tersebut. Aku menatap Yana dan berkata, "Jangan
Menangis." Yana langsung menghambur memelukku erat dan kami menangis
bersama.
"Wahai hari ku ... mentari dan pagiku ... rembulan dan malamku
... kalian saksi bisuku dalam duka lara ini ... temanilah aku dan tersenyumlah
kepadaku ..."
bersambung ke Part 2
Posting Komentar