KtHx54QkBr383xDR2xK8jWF4FPsDN0wkvFCwXh9V
Bookmark

Terimakasih Dikau Hadir - Cerpen Ummu Karromah - Part 3

Ilustrasi/GPT

Oleh: Ummu Karromah

Pukul 10 malam. Haura merasakan sesak dan nyeri didadanya, kantungnya juga berdetak cepat.

"I-ibu ...!" jerit Haura. Brukkkhhh! tubuhnya tergeletak dilantai dan kehilanagan kesadaran. Ibu Haura sangat kaget ketika melihay Hautra. Ia segera membawa Haura ke rumah sakit. Sepanjang perjalan, wanita itu terus menangisi anaknya.

"Kamu kenapa Sayang?" ucap ibu Haura sembari memangku kepala anaknya. Dia tak bisa berfikir jernih. Sesampainya didepan rumah sakit, tubuh Haura di pindahkan keatas brankar dan didorong kedalam ruangan ICU (intensive care unit).

"Ibu maaf, anda tidak bisa masuk kedalam," ujar perawat perempuan menahan tubuh ibu Haura dan bergegas menutup pintu. Di ruangan ICU sudah ada dua perawat, dan dua dokter dan dokter spesialis jantung yang sedang melakukan penangan pada Haura.

"Sepertinya pasien mengalami penyakit jantung," ujar dokter spealis yang berkaca mata pada tim medis dengan sigap tim Medis masangan infus dan ventilator pada hidung Haura.

"Alat pacu jantung," ujar dokter spesialis itu lalu perawat segera memberikan alat padanya.

Beberapa kali alat yang memberikan rangsangan listrik itu memacu jantung Haura agar jantung dapat kembali memompa darah secara efesien sementara dokter berkaca mata mengamati monitoring untuk memantau respon jantung.

Di luar ruangan ICU, Ibu Haura mondar-mandir dengan tubuh yang gemetar dan air mata yang tak henti berlinang, betapa ia mengkhawatirkan putri semata wayangnya itu. Dari kejauhan pria berjas abu-abu dan celana hitam sembari meneteng tas hitam sedang tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Haura kenapa!" tanya pria itu khawatir.

"Saya juga tidak tahu... Saya lihat Huara sudah pingsan dikamarnya," terang wanita berkerudung coklat syar'i itu.

"Kamu tidak becus jaga Haura! masak anak sakit tidak tau!" cetus pria itu dengan marah. Beberapa orang yang duduk di kursi jejer sempat heran melihat pertikaian pasangan suami istri itu.

Ceklek! Pintu dari ruang ICU terbuka. Dokter spesialis jantung keluar untuk menemui kedua orang tua Haura.

"Dokter bagaimana putri saya?" tanya Ayah Haura.

"Iya Dok gimana?" Sambung Ibu Haura dengan raut dukanya.

"Jadi Haura terindikasi memiliki penyakit gagal jantung."

"Ya Allah Dok ... kenapa bisa begini?" ibu Haura tak percaya bahwa anaknya memiliki sakit separah itu.

"Iya Bu ... mungkin pasein mengalami setres yang berkepanjangan atau tekanan sehingga membuat jantungnya bermasalah."

"Dok, saya mohon bantu putri saya sembuh," pinta ayah Haura.

"In syaa Allah, kami akan berusaha dengan semaksimal mungkin. Tapi Bapak dan Ibu juga harus memberikan dukungan dan perhatian untuk menjaga kestabilan emosinya," terang dokter lalu pamit pergi.

Tiga hari Haura dirawat dirumah sakit, kini ai sudah kembali ke rumahnya untuk menjalankan ibadah puasa esok. Haura merasa sangat senang karena ayah dan ibunya sudah kembali harmonis.

"Oh ya, nanti malam kan terawihan," guman hati Haura lalu gadis jelita itu membuka lemarinya dan mengambil mukenah putih. "Ini buat Ibu," ucapnya samar sembari membelai mukenah itu.

Gadis jelita itu menaiki anak tangga menuju kamar ibunya untuk memberikan mukenah baru.

"Jangan kira aku akan tetap bersamamu ya!" cetus suara pria dalam bilik kamar. Langkah kaki Haura yang awalnya penuh semangat kini mendayu pelan mendegarkan percekcokan.

"Apa sih Yah ..." saut Ibu Haura dengan suara yang seperti akan menangis.

"Intinya aku enggak akan merubah keputusanku untuk menceraikan kamu!."

"Iya terserah kamu!" saut wanita itu dengan nada yang sedikit naik.

"Setelah pengobatan Haura selsai aku akan mentalak tiga kamu!" batin Haura terasa sakit. Tangannya menutup mulutnya yang ingin merintih mengetahui sandiwara kedua orang tuannya. Haura menuruni anak tangga dengan mukenah ditangannya.

Allahu Akbar ... Allahu Akbar ... kumandang azan maghrib membahagiakan bagi seorang yang berpuasa. Puasa adalah ibadah yang dilakukan dengan niatan meraih ridha Allah Subhanahu Wata'ala.

Haura memilih berbuka dikamarnya dengan segelas air putih dan tiga buah kurma.

"Haura ayuk berbuka, sudah azan loh," ajak ibu Haura sembari tersenyum sedangkan matanya nampak sembab.

"Haura sudah berbuka Bu," balas Haura. "Ini," imbuhnya lagi sambil memperlihatkan mangkuk kecil dengan tiga butir biji kurma.

"Oh ya sudah ibu ambilkan nasi dulu ya."

"Tidak Bu ... Haura makan nanti. Ibu berbuka saja." gadis itu tersenyum.

Sesaat ayah Haura masuk lalu ibunya keluar tampak menghindar dari pandangan pria itu.

"Haura kok tidak berbuka puasa di ruang makan?" Pria itu duduk di bibir ranjang.

Gadis bermata indah itu tidak menjawab pertanyaan ayahnya.

"Ayah ..." panggilnya pelan.

"Iya Sayang kenapa?" tanya Ayahnya lembut.

"Sampai kapan ayah akan menyakiti ibu?" Haura menatap kebawa.

"Maafkan ayah. Cinta ayah sudah hilang untuk ibumu."

"Tidak!" tukas Haura lalu ia menatap mata ayahnya dengan berkaca-kaca. "Bukan cinta ayah yang hilang tapi komitmen ayah untuk mencintai ibu yang sudah ayah buang!" tandas Haura.

"Beginilah hukum alam Haura." Jawab ayahnya pelan.

"Baiklah ... apakah Ayah rela, apa yang terjadi pada ibu saat ini, juga terjadi pada putri Ayah nanti?" Haura menatap mata ayahnya dalam.

"Tidak!" tegas Ayahnya

"Pikirkanlah ... Kembalilah kepada Ibu ... ibu yang sudah menemani masa sulit dan pelik dalam hidup ayah sehingga saat ini ayah sukses," ujar Haura lembut sembari mentap mata ayahnya. Pria itu langsung beranjak tampa sepatah kata.

Waktu isyak telah tiba. Haura dan kedua orang tuanya melaksanakan sholat isya' dan sunah terawih dirumahnya karena masih dalam kondisi Covid-19. Setelah sholat terawih, sebagaimana kebiasaan selama bulan ramadhan dalam keluarga Haura, mereka akan tadarus al-Qur'an secara bergantian. Ketika Haura melantunkan bacaan Al-Qur'an dengan suara indahnya, membuat hati kedua orang tuanya tersentuh. Teringat dosa dan ingi bertaubat kepada Allah.

Pada bulan Ramadhan mukjizat terbesar diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. yakni, Al-Qur'an sebagai pentunjuk dan penerang antara yang batil dan haq. Firman Allah dalam al-Qur'an surah al-Baqarah ayat 185 yang artinya:

"Bulan Ramadha, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan - penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan batil) ..."

Lantunan ayat suci Haura memenuhi gema disetiap ruangan, seperti angin yang berdesir bersama ombak yang menderu tenang. Tak terasa air mata Ayah Haura menetes. Dia segera beranjak dari ruang tengah menuju halaman rumah dan duduk tersedu sedan dibawa lampu taman bulat putih.

"Ayah kenapa?" tanya istrinya lembut merasa iba melihat suaminya bersedih. Pria itu langsung menghambur memeluk erat istrinya sembari tersedu sedan.

"A-aku minta maaf Sayang ... aku sudah mendzalimimu." pria itu terus mendekap istrinya.

"Iya Yah ... ibu maafin Ayah kok."

"Alhamdulillah. Aku ingin kembali padamu ... apa kamu masih mau menerimaku?" pria itu menatap mata istrinya yang berbinar-binar. Memang kesabarannya menghasilkan buah yang amat manis. Wanita itu mengangguk pelan dan tersenyum. Dari teras rumah. Haura melihat kebahagiaan kedua orang tuanya. Tak henti-hentinya bibir Haura mengucapkan Alhamdululillah. Dia sangat bersyukur kepada Allah.


Bersambung ke Part 4


Posting Komentar

Posting Komentar